Senin, 22 November 2010

Resensi Film "Hitam Putih"


JUDUL FILM 
Hitam Putih
TAHUN PRODUKSI
13 Mei 2010
DURASI FILM
12.31
SUTRADARA
Adiwena Yusuf Nugraha

CREW
Terbentuk dalam IPC Crew :
Sutradara dan penulis – Adiwena Yusuf Nugraha
Handycaman – Muhammad Rizal Fikry
Editor – Muh. Zainuri
Seluruh  cast

PENOKOHAN
Cast:
-         Adiwena Yusuf Nugraha – saladin
-         Edwi Mardiyoko - Qois Nur Rohman
-         Tantrisna Pratidina - Sabila
-         Muhammad Sidiq Y.M. – Darjo
-         Tori Nuariza Sutanto – Kojek
-         Deni Purwanto – Kupret
-         Yulia Hermawaty – teman Sabila
-         Siti Nurmalia – gadis
-         Bocah-bocah Ledok Sari – anak-anak jalanan
PROTAGONIS : Saladin DAN ANTAGONIS : Qois Nur Rohman

MUSIK
Slipknot, Cahaya Hati by Opick, Assalamu’alaikum by Ebiet BA
JENIS FILM
Drama
SINOPSIS FILM
Aktivis dakwah, Qois Nur Rohman, menunjukkan berbagai kegiatan sebagai seorang aktivis dakwah bersama dengan teman-temannya. Berawal dari sebuah organisasi rohis kampus yaitu SKI FSSR ( Syiar Kegiatan Islam Fakultas Sastra dan Seni Rupa ) yang nota bene kebanyakan dari mereka adalah pejuang Islam zaman sakarang, dengan style jilbab besar bagi para akhwat (sebutan untuk Sodara Perempuan) dan celana konclang bagi para ikhwan (sebutan untuk Sodara Laki-laki). Kegiatan sehari-hari adalah mengaji, sholat berjamaah, belajar agama bersama, tausiyah, kegiatan sosial, syuro’(rapat),  semuanya itu bagi Qois begitu sempurna.

Tapi, di lain sisi, semuanya terasa berbeda ketika SKI dimasuki oleh seorang mahasiswa anggota baru SKI. Anak ini urakan, berpenampilan slengekan, suka berpakaian metal, celana rombeng, pokoknya sangat kontras sekali dengan budaya SKI. Namanya Saladin,  langsung benak Qois membandingkannya dengan sosok Saladin yang  telah menaklukan Jerussalem. Awalnya Qois sangat benci dengan anak ini, karena kelakuannya yang suka mengganggu mahasiswi bahkan seorang akhwat pun tidak lepas dari gangguannya. Memang sungguh terlalu.

Karena semua perilaku yang tak beradab ini, Qois memutuskan untuk menasihatinya. Ternyata Qois bertemu dengan Saladin di Mushola FSSR ketika akan sholat. Lalu Qois memanggil anak ini, mengajak berkenalan dan langsung menceramahinya. Qois mempermasalahkan tentang Adin yang suka bercanda berlebihan dengan perempuan padahal Adin sudah menjadi seorang ikhwan. Seorang ikhwan diharuskan untuk menjaga pandangan (Gadhul bashar) dengan lawan jenis. Bahkan, Qois memperkarakan tentang cara Adin bercanda dengan seorang akwat, yaitu ukhti Sabila seorang kabid Nisa’ di SKI. Qois menyarankan untuk bisa lebih menjaga sikap di depan ukhti Sabila.

Tapi, Adin menyangkal kalau dia bercanda berlebihan dengan ukhti Sabila, memang Adin anak baru di SKI sehingga masih butuh banyak bimbingan mengenai cara bergaul dalam Ajaran Islam. Dibalik sosok putihnya, Qois adalah seorang mahasiswa yang terlalu frontal dalam berargumen, karena sebuah ucapan “ hah,,, orang sepertimu mendapatkan surga..” Akhirnya terjadilah konflik antara Adin dan Qois.

Memang dilihat dari luar Adin adalah sosok preman kampus yang mungkin bisa dibilang tidak punya masa depan. Tapi, dibalik sosok hitamnya itu ternyata Adin adalah sosok penyayang terhadap anak-anak. Apalagi anak-anak jalanan.

Pada suatu saat, ketika Sabila pulang dari mengajar, dia diganggu oleh beberapa preman.
Lalu, Qois datang menolong Sabila. Ternyata Qois tidak mampu menghadang, akhirnya Sabila lari dan mendapati Adin. Sabila meminta Adin untuk membantu Qois. Akhirnya saling keroyok pun jadi.

Pihak Adin dan Qois babak belur. Para preman setelah puas menghajar langsung pergi meninggalkan mereka. Setelah KO semua, mereka berdua saling tabayyun (saling mengungkapkan maaf). Mulai dari situ keduanya akhirnya bersahabat.

ALUR FILM
Alur film ini standar, diawali dengan sebuah deskripsi, pengenalan: lingkungan ataupun tokoh-tokohnya. Sejak awal, penonton sebisa mungkin dikenalkan dengan siapa (personal), atau siapa-siapa (multikarakter) yang berada dalam film. Pengenalan tokoh dan lingkungan menjadi penting. Sekuens-sekuens ini akan sangat membantu dalam mendeskripsikan persoalan-persoalan selanjutnya.

Ketika penonton sudah mengenal sebuah wilayah geografi ataupun tokoh-tokohnya, kemudian akan dikenalkan dengan persoalan macam apa yang ingin dikupas dalam film. Konflik-konflik situasional, yang pada akhirnya menciptakan perubahan kondisi ataupun perubahan tokoh-tokoh dalam film akan memberikan makna yang penting.

Setelah itu, film akan diakhiri dengan satu tawaran solusi. Untuk ending film, pembuat film menempatkan pernyataan-pernyataan khusus dari subjeknya. Bentuknya, statement keinginan, ajakan.

KELEBIHAN FILM
Tim produksi film ini IPC  Crew (Ikhwan Penuh Canda) adalah anak – anak dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret kebanyakan dari jurusan Sastra Inggris, Komunikasi, dan Desain Komunikasi Visual semester 5. Tim ini terdiri dari anak-anak yang berpengaruh di fakultasnya dalam hal organisasi maupun kuliah.

Lokasi shooting di sekitar area FSSR UNS tepatnya mengambil setting tempat di gedung I, mushola gedung IV (tapi sekarang sudah diubah menjadi kelas), dan sekretariat SKI FSSR (Syiar Kegiatan Islam FSSR).

Untuk masalah kostum sudah tepat untuk tiap peran yang dimunculkan, baik untuk peran utama, figuran, maupun antagonisnya.

 Ini bukanlah sebuah  film komersil, pembuatan film ini bermula dari tuntutan proker SKI dari bidang Humas yaitu MUASKI (Temu alumni SKI). Untuk memanfaatkan momen acara yang notabene akan dihadiri oleh banyak aktivis dakwah, merekapun mencoba untuk berdakwah melalui film. Segala kritikan, sindiran, bahkan pujian pun mereka kemas dengan berbagai lakon yang mendominasi di ranah dakwah khususnya aktivis kampus sehingga film ini mampu memberikan efek spiritual dan emosional yang kuat bagi para penontonnya. Intinya mampu memadukan pertimbangan pasar dan idealisme.

Tembakan-tembakan kata yang dimunculkan dalam skenario (ditulis Adiwena YN sendiri) sangat jelas tepat sasaran dan tidak bertele-tele.  Bentuk-bentuk pengadeganan yang di strukturkan dalam treatment, juga nampak jelas di desain dengan matang. Petuah-petuah yang ada mampu memberikan angin segar pada penikmat sepantarannya.

Film ini sepertinya memang sengaja tidak dibuat rumit oleh Adiwena. Sejumlah tema-tema dialog yang sebenarnya cukup mendalam sengaja dibiarkan menggantung tanpa debat. Adiwena membuat film ini tetap menjadi film Realis, bukan film ceramah, apalagi film filosofi.

KEKURANGAN FILM
Banyak sekali kekurangan dalam film ini. IPC Crew masih amatiran dalam hal memproduksi film. Film ini adalah film perdana IPC Crew, baru pertama kali membuat film. Hanya bermodal satu buah handycam merk Sony. Film ini dikerjakan dalam waktu 2 minggu dengan pengeditan film yang hanya dikerjakan selama 2 hari. Resolusi gambar yang kurang, pemakaian handycam yang kurang maksimal.

Sebenarnya dalam memainkan speed lumayan, sehingga scene by scene tidak membosankan, namun masih agak kaku dalam pemilihan adegan yang harus dimunculkan (misalnya dalam adegan Ukhti Sabila yang dihadang oleh Saladin hanya untk mengembalikan buku, ekspresi kaget ukhti Sabila terjadi dua kali take dan juga dalam adegan ketika Saladin menghampiri anak-anak jalanan Ledoksari  dengan melambaikan tangan).

Tata lighting yang buruk. Terlihat dari beberapa adegan yang terlihat agak gelap karena dilakukan pada malam hari ( misalnya mulai dari adegan Ukhti Sabila pulang dari mengelesi sampai dengan Saladin dan Qois dikeroyok para preman). Untuk editing pergantian scene juga mengalami ketidaksempurnaan (misalnya adegan pada saat Saladin mengajarkan ngaji pada anak-anak jalanan bahkan di akhir film juga seperti itu).

Acting artist yang masih kaku banyak ditemukan di sana sini. Ciri khas pengadeganan masih bersifat stagnan, tapi karakter yang dimunculkan cukup kuat untuk di beberapa peran. Pengambilan angle kamera juga masih banyak yang jauh dari sempurna. Masih banyak take kamera yang asal ambil dan bergetar atau kurang slow dalam menjalankan kamera.

Penggunaan panggilan-panggilan Arab untuk ukhti singkatnya ukh (Panggilan untuk perempuan) sudah ada. Tapi untuk setiap adegan Qois kenapa ketika memanggil Saladin tidak menggunakan kata akhi singkatnya akh (panggilan untuk laki-laki), misalnya akh Adin? Itu merupakan salah satu kejanggalan karena kurang teliti dalam komposisi sebuah skenario.

Dalam hal make up meski tidak sempurna betul dan ada yang janggal bin agak memaksakan  (mungkin terkait dengan rundown shooting  atau crew make up yang terbatas) tapi komandan departemen sudah cukup bisa menghadirkan ciri khas tiap peran.  Tapi ada pertanyaan dalam benak saya : itu Saladin nggak ganti baju ya ?  ya, mungkin masih sulit sekali menemukan dedengkot departemen make up yang brilian dan eksperimentatif. Mungkin banyak yang menganggap departemen ini bukan departemen yang bergengsi untuk ditapaki sebagai karir maupun ruang karya. Bagi saya, jabatan make up film sesungguhnya tidak cocok di berikan pada mereka yang berbasic salon. Saya lebih menghimbau agar kawan-kawan seni rupa mau untuk merebut posisi ini agar make up film Indonesia lebih realis, menjadi tampak pantas dalam frame kamera dan tentu terhindar dari gaya make up panggung teater.

KESIMPULAN
Sebenarnya untuk keseluruhan pembuatan film amatiran ini cukup baik.
Ditilik dari segi esensi isi :
yang disampaikan yaitu tentang Indahnya Islam, betapa Islam itu sangatlah penuh dengan kasih sayang, Dalam Al Qur’an mengajarkan bahwa seluruh muslim itu bersaudara jadi wajib bagi kita semua saling membantu, saling mendoakan kebaikan, dan saling menjaga ukhuwah (tali silaturahim persaudaraan).

Pesan dakwah (menyampaikan kebaikan sesuai dengan aturan Islam) itu memang wajib bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia, tapi cara yang kita ajarkan haruslah yang sesuai dengan perilaku setempat agar mudah diterima oleh lingkungan. Tidak perlu berdakwah dengan memunculkan sebuah arogansi yang sebenarnya bisa membuat saudara kita seolah-olah tertekan oleh aturan-aturan Islam. Padahal Islam mengajarkan kelembutan dan kesesuaian. Pemahaman sebuah agama pun perlu misalnya pemahaman tentang “kita sebenarnya tidak dilarang untuk saling mencintai, yang dilarang itu berzina”, salah sedikit bisa berujung pada pemecahan yang bisa kita lihat dari fenomena sekarang yaitu banyak bermunculan golongan – golongan Islam baru. Sesuai janji Allah, orang-orang yang masuk surga adalah orang-orang yang berpatokan pada Al Qur’an dan Hadist.

Tujuan Produser membuat film ini adalah “ Meningatkan pada yang berilmu agar tidak sombong, mengingatkan pada yang masih belum mengerti untuk memahami”. Hitam dan putih itu lumrah di setiap jiwa seluruh manusia. Dengan memerankan hitam pada tokoh Adin dan putih pada tokoh Qois.

Ditilik dari segi pengadeganan, lumayan untuk enak ditonton sebagai film drama. Isi mampu tersampaikan dengan baik, hanya saja pengeditan yang masih terlihat banyak kekurangan di sana sini. Di awal adegan, saya sudah melihat bentuk klise pengadeganan yang bergaya drama ( misalnya, pada saat Qois mengaji dan sholat ada narator yang mengiringi untuk menceritakan seluruh kegiatan-kegiatan SKI ), tapi itu menjadi lumayan membantu acting, apalagi saat film ini di bombardir dengan komposisi adegan yang sangat kuat disana sini.





Disusun oleh :
DYAH MATA SUCIATI
C0708029
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL 2008

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010/2011


Minggu, 21 November 2010

Kamus Perfilman


KAMUS PERFILMAN 1
Berikut ini adalah beberapa Glossary/Istilah yang umum dipakai di dunia Sinematografi & Produksi Televisi.

Acting :
Sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan

Addes Scenes :
Adegan yang ditambahkan kedalam konsep asli, biasanya diambil setelah film diselesaikan

Agent (Agent Model) :
Seseorang yang dipekerjakan oleh satu atau lebih talent agency atau serikat pekerja untuk mewakili keanggotaan mereka dalam berbegosiasi kontrak individual yang termasuk gaji, kondisi kerja, dan keuntungan khusus yangtidak termasuk dalam standard guilds atau kontrak serikat kerja. Orang ini diharapkan oleh para aktor/aktris untuk mencarikan mereka pekerjaan dan membangun karir mereka

Anamorphic :
Lensa yang digunakan dalam fotografi untuk memperkecil gambar widescreen ke ukuran 35mm. Proses ini dibalik ketika memproyeksikan hasil akhir film, memunculkan gambar kembali ke ukuran normal pada layarlebar.

Answer Print :
Married Print pertama dari film yang dibuat oleh lab pemroses film, dan kemudian akan digunakan untuk menetapkan standar kualitas film yang akan diedarkan kepada publik.

Apple Box :
Digunakan untuk meninggikan seorang aktor/aktris serta suatu obyek sesuai dengan ketinggian yang tepat untuk pengambilan gambar.

Art Departement :
Bagian artistik. Bertanggung jawab terhadap perancang set film. Seringkali bertanggung jawab untuk keseluruhan desain priduksi. Tugasnya biasanya dilaksanakan dengan kerjasama yang erat dengan sutradara.

Ascpect Ratio :
Perbandingan antara lebar dan tinggi bingkai gambar (frame)
Rasio untuk tayangan televisi adalah 1,33:1 yang artinya lebar frame yang muncul di televisi adalah 1,33 kali dari tinggi.

Art Director :
Seorang asisten sutradara film yang memperhatikan administrasi, hal yang penting sehingga departemen produksi selalumengetahui perkembangan terbaru proses pengambilan film. Ia bertanggung jawab akan kehadiran aktor/aktris pada saat dan tempat yang tepat, dan juga untuk melaksanakan instruksi sutradara.

Available Lighting :
Pengambilan gambar tanpa tambahan cahaya buatan manusia

Audio Visual :
Sebutan untuk perangkat yang menggunakan unsur suara dan gambar

Art Director :
Pengarah artistik dari sebuah produksi

Asisten Produser :
Seorang yang membantu produser dalam menjalankan tugasnya

Audio Mixing :
Proses penyatuan dan penyelarasan suara dari berbagai macam jenis dan bentuk suara.

Angle :
Sudut pengambilan gambar

Animator :
Sebutan bagi seorang yang berprofesi sebagai pembuat animasi

Audio Effect :
Efek suara

Ambience :
Suara natural dari obyek gambar

Broadcaster :
Sebutan untuk seseorang yang bekerja dalam industri penyiaran

Background :
Latar belakang

Barn Doors :
Pintu berengsel yang dipasangkan di depan lampu studio yang dapat dibuka atau ditutup untuk memunculkan cahaya pada area tertentu di set.

Barney :
Bungkus kain pada pelindung yang dapat dipakaikan pada kamera film atau blimped kamera film, untuk mengurangi siara mekanisme. Ada juga heated barney yang digunakan dalam suhu dingin.

Best Boy :
Asisten Gaffer atau asisten Key Grip.

Blank :
Selongsong senapan atau pistol yang berisi peluru buatan untuk menggantikan peluru yang sesungguhnya. Blank dipergunakan dalam film untuk mencegah terjadinya kecelakaan, walaupun sesungguhnya peluru kosong itu sendiri masih berbahaya jika ditembakan dan mengenai orang dalam jarak dekat.

Blimp :
Ruangan kedap suara yang mengelilingi kamera film untuk mencekah ikutn terekamnya bunyi mekanisme kamera kedalam alat perekam suara.

Blow Up :
Perbesaran ukuran film dari 16mm ke 35mm yang dilakukan di laboratorium untuk diputar di bioskop. Istilah ini juga dipergunakan dalam fotografi untuk memperbesar foto guna keperluan display atau promosi.

Body Frame, Body Pod :
Digunakan untuk menunjang hand held camera di lapangan.

Boom Man :
Individu yang mengoperasikan mikrofon boom.

Booth Man :
Operator proyektor film. Orang yang bekerja dalam ruang proyeksi.

Breakaway :
Sebuah set atau hand property, misalnya botol atau kursi yang dirancang untuk rusak dengan cara-cara tertentu sesuai aba-aba.

Breakdown :
Biasanya merujuk pada jumlah spesifik rincian pengeluaran dalam sebuah produksi film. Dapat juga berarti pengaturan atau perencanaan berbagai adegan beserta urutan pengambilannya.

Budget :
Pengeluaran keseluruhan dari produksi film.

Blocking :
Penempatan obyek yang sesuai dengan kebutuhan gambar

Bridging Scene :
Adegan perantara di antara adegan-adegan lainnya

Back Light :
Penempatan lampu dasar dari sudut belakang obyek

Breakdown Shot :
Penentuan gambar yang sesuai dengan naskah atau urutan acara

Bumper In :
Penanda bahwa program acara tv dimulai kembali setelah iklan

Sabtu, 13 November 2010

About " Alur Film"... Apa sich???


Setelah riset selesai, tentu ada langkah-langkah berikut yang harus dilakukan oleh pembuat film. Memang, segenap data dan fakta-fakta baru, akan menjadi awal rencana membuat film yang lebih matang. Semua data yang telah kita dapatkan saat riset kemudian akan kita coba susun dalam sebuah panduan yang akan memudahkan kita melakukan shoting nanti. Untuk itu ada serangkaian tahap yang bisa dijadikan pedoman.
Ketika orang ingin membuat film, tentu, ia ingin menyatakan ide apa yang ada dalam filmnya. Pembuat film, butuh, untuk mengungkapkannya kepada orang lain. Salah satunya adalah pemberi dana –orang yang akan mensponsori filmnya. Pihak sponsor ingin sekali tahu dan kemudian menilai, seperti apa ide yang dipunyai. Itu sebabnya, kita perlu membuat sebuah alur cerita. Bentuknya sangat sederhana. Hanya satu atau beberapa halaman kertas A4, yang singkat dan efektif, agar pihak pemberi dana bisa mengetahui ide, cerita macam apa yang akan disampaikan. Kenapa tidak perlu membutuhkan banyak lembaran? Setidaknya, kita harus berpikir bahwa, pihak pemberi dana adalah orang yang sangat sibuk, misalnya. Jadi bagaimana, dalam satu atau beberapa lembar saja, pihak pemberi dana secara langsung mengerti dan mengetahui apa yang menjadi ide dalam film kita.
Dengan kata lain, alur cerita adalah jabaran dan penjelasan dari apa yang ingin difilmkan. Alhasil, pemilihan dan deskripsi yang sederhana, dengan pilihan kata tepat, akan sangat membantu siapapun yang membaca. Pemilihan kata yang mudah divisualkan, sangat penting. Selektivitas untuk merangkai kata-kata yang mudah divisualkan akan memperlancar komunikasi pesan dari pembuat film. Pada sisi inilah alur cerita menjadi satu elemen yang sangat penting untuk dibuat. Ia menjadi bentuk operasional dari ide dan film statement film yang kita punyai. Barangkali, sangat sederhana. Makna yang muncul, tak ubahnya sebuah kontruksi dari cara berpikir dalam membuat film. Kenapa? Karena, pembuat film akan mencoba mendeskripsikan rencana besar dari film.
Seringkali terjadi, bahwa pembuat film menuliskan alur film menjadi sulit untuk dipahami. Kenapa? Satu hal yang menjadi faktor pemicunya adalah, ketika riset dilakukan, hasil data dan fakta yang didapat tidak utuh, hanya sepenggalsepenggal, sehingga manakala dirangkai, tidak menjadi satu kisah yang baik dan mudah dicerna. Barangkali itu hanya satu temuan. Pada temuan lain, seringkali alur tidak terbangun utuh dan menarik karena alur ceritanya ditulis dengan tidak lengkap. Belum terbaca, keinginan dan kejelasan dari pembuat film itu sendiri.
Alur cerita, adalah deskripsi dari film yang akan dibuat. Dari mana mengawali, menyodorkan persoalan, hingga mengakhiri film itu sendiri. Tidak mudah tentunya. Apakah demikian? Tidak selamanya menulis alur cerita itu menjadi sulit. Satu hal yang harus dimilikii oleh semua pembuat film adalah, data dan fakta macam apa yang sudah didapat. Merangkai alur, tak ubahnya menyusun data dan fakta dari hasil riset. Alur cerita, tak ubahnya kerangka dasar dalam menyampaikan cerita dalam film. Tak dapat dihindari bahwa dalam film inti kisahnya terlebih dahulu harus dipegang. Mengetahui kerangka cerita secara utuh adalah sebuah prasyarat mutlak dalam mengembangkan film itu sendiri. Pembuat film akan tahu, cerita serta pendekatan-pendekatan macam mana yang dapat digunakan.
Kita akan mengetahui aktivitas subjek-subjek yang akan difilmkan, dari riset. Maka, kita bisa menyusunnya sebagai elemen dalam alur cerita. Kematangan riset, sudut pandang yang jelas dari pembuat film, akan memudahkan menulis alur film. Alur film tak ubahnya sebuah kemasan. Bagaimana kita bisa mengemas kisah, dengan segenap persoalan dan deskripsi utuh di dalamnya. Lantas, kita mengakhiri alur cerita tersebut, sesuai dengan apa yang telah dijadikan statement filmnya.
Mencoba menulis alur film, bisa diawali dengan kemampuan berimajinasi. Bukan berarti berimajinasi, dengan mereka-reka kisahnya tanpa panduan. Dasar yang menjadi patokan adalah, bahan data dan fakta yang telah diperoleh. Dari materi itulah, pembuat film mengawali imajinasinya. Proses ini, tak ubahnya menyusun sebuah teka-teki, puzzle gambar. Pembuat film bisa memindah tiap sekuens, menggantikannya dengan yang lain, memutar urutannya, hingga menemukan kemasan alur yang paling mudah untuk dimengerti. Kerja imajinasi seperti ini, akan sangat membantu membandingkan alur-alur yang coba telah dipikirkan.
Misalnya, dari satu kerja mereka-reka data dan fakta, pasti akan melahirkan satu alur. Lantas, membalik-balikkan menjadi alur yang baru dan berbeda. Dan seterusnya. Kemampuan untuk menemukan dan mencoba membentuk beberapa pilihan alur, akan memberikan pengayaan dan inspirasi bagi pembuat film. Catatannya adalah, bagaimana pembuat film itu mempunyai data dan fakta dari riset sebanyak-banyaknya, dan rinci. Materi hasil riset tak ubahnya bahan-bahan mentah. Untuk itu, butuh olahan agar bisa menjadi lebih menarik. Alur, adalah hasil olahan itu.
Film biasanya akan dibangun dengan alur standar atau baku. Alur film dengan standar ini, biasanya akan diawali dengan sebuah deskripsi, pengenalan: lingkungan ataupun tokoh-tokohnya. Sejak awal, penonton sebisa mungkin dikenalkan dengan siapa (personal), atau siapa-siapa (multikarakter) yang berada dalam film. Pengenalan tokoh dan lingkungan menjadi penting. Sekuens-sekuens ini akan sangat membantu dalam mendeskripsikan persoalan-persoalan selanjutnya.
Ketika penonton sudah mengenal sebuah wilayah geografi ataupun tokoh-tokohnya, kemudian akan dikenalkan dengan persoalan macam apa yang ingin dikupas dalam film. Konflik-konflik situasional, yang pada akhirnya menciptakan perubahan kondisi ataupun perubahan tokoh-tokoh dalam film akan memberikan makna yang penting. Sekali lagi, harus diingat bahwa film dokumenter adalah upaya untuk meneguhkan kepercayaan orang. Peneguhan itu hanya bisa dicapai, manakala terdapat deskripsi perubahan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh tokoh-tokohnya.

Setelah itu, biasanya film akan diakhiri dengan satu tawaran solusi atau tidak sama sekali. Sehingga, terserah nanti penonton yang akan menyimpulkannya. Untuk ending film, kebanyakan pembuat film menempatkan pernyataan-pernyataan khusus dari subjeknya. Bentuknya, bisa statement harapan, keinginan, ajakan atau yang lain. Bahkan, tak jarang film diakhiri dengan sikap pembuatnya sendiri.
Sederhananya adalah, ada tiga babakan baku. Dalam alur cerita, kita harus memahami bahwa film senantiasa akan ada awalan, isi dan akhir. Tiga bagian babakan ini, sudah tentu menjadi kerangka utama. Babak awal, akan berisikan bagaimana kita mampu mengenalkan, mendeskripsikan persoalan. Baik pengenalan tokoh, wilayah geografi dan suasana.
Setelah itu, kemudian akan dapat dimulai dengan bagaimana persoalan itu mempunyai dampak, mempunyai akibat. Kupasan, analisis dari setiap aspek dikenalkan di sini. Sampai pada akhirnya, ditawarkan serangkaian solusi-solusi yang memang menjadi sikap dari pembuat film itu sendiri. Untuk mampu menulis alur cerita yang matang, sudah tentu harus ada kejelasan sikap dari pembuatnya itu sendiri. Selama tidak terdapat kejelasan sikap pembuat, maka alur menjadi susah untuk dikerjakan.
Ibarat menuliskan ide dalam sebuah lembar, itu cara kerja alur. Bagaimana muncul persoalan, hingga akhirnya terdapat sejumlah penyikapan-penyikapan, ini yang menjadi intinya. Kertas kerja dalam alur cerita menjadi bagian yang penting. Sehingga, jangan pernah mengerjakan film, tanpa pernah membayangkan alur macam mana yang akan dipunyai.
Sekadar catatan, dari contoh di atas, maka, siapapun akan mengetahui arah dan apa yang ingin dimunculkan dalam film. Sebuah kisah masa lalu, dengan hutan yang masih terjaga, namun akhirnya hancur. Hancur, setelah ada penebangan yang terus menerus dilakukan. Bahkan, sampai menimbulkan akibat yang sangat mengancam.
Yakni, adanya korban dari banjir tanah longsor dari tebing pinggir hutan. Yang dulunya justru tak melahirkan ancaman. Kini, setelah tanaman banyak yang ditebang, ancaman itu bisa muncul setiap saat. Menciptakan kecemasan pada penduduk asli. Bahkan, pada sisi lain, sungai yang awalnya sangat jernih, kini sudah keruh. Ini akibat air tanah yang tak bisa ditahan oleh akar pohon yang sudah mati, dan langsung mengalirkan keruh air tanah ke sungai. Ancaman lain adalah, ketika banyak pohon sumber hidup masyarakat dan hewan, satwa di wilayah tersebut ditebang. Ancaman yang lebih menakutkan, tentunya.
Nampak bahwa, dari alur cerita itu, ada tawaran konflik. Konflik dengan elemen visual yang bisa direkam oleh kamera, gabungan dari gambar dan suara. Dengan mudah, akan dipahami alur tersebut. Konflik yang dengan mudah terbaca, dan menjadi daya tarik dari sebuah film. Mungkin, pertautan konflik-konflik ini, hanya diperoleh dari hasil riset yang detail. Maka, para pembuat film seharusnya sadar betapa pentingnya riset yang detail sebagai bagian penting dari isi alur film yang akan dibuat.
Sederhananya, alur cerita adalah sebuah lembar kerja yang sangat efektif dalam membangun kisah film dalam segenap aspeknya. Artinya, dalam alur cerita akan terungkap sebenarnya cerita yang akan divisualkan. Bukan saja dari pendekatan kreatif, tetapi juga telah membuka peluang bagi adaptasi teknis pembuatan itu sendiri. Dalam cerita, sudah tentu, akan terdapat alur –sekalipun singkat dan sederhana. Juga, akan tertangkap pula, konflik apa yang sebenarnya ingin disodorkan serta tema besar macam apa yang akan diuangkap lewat film.

(((*** jane q bingung rodo'an,,, wah, emang sangat kerja keras sekaleeee,,,
Allahu Akbar!!!!