Senin, 22 November 2010

Resensi Film "Hitam Putih"


JUDUL FILM 
Hitam Putih
TAHUN PRODUKSI
13 Mei 2010
DURASI FILM
12.31
SUTRADARA
Adiwena Yusuf Nugraha

CREW
Terbentuk dalam IPC Crew :
Sutradara dan penulis – Adiwena Yusuf Nugraha
Handycaman – Muhammad Rizal Fikry
Editor – Muh. Zainuri
Seluruh  cast

PENOKOHAN
Cast:
-         Adiwena Yusuf Nugraha – saladin
-         Edwi Mardiyoko - Qois Nur Rohman
-         Tantrisna Pratidina - Sabila
-         Muhammad Sidiq Y.M. – Darjo
-         Tori Nuariza Sutanto – Kojek
-         Deni Purwanto – Kupret
-         Yulia Hermawaty – teman Sabila
-         Siti Nurmalia – gadis
-         Bocah-bocah Ledok Sari – anak-anak jalanan
PROTAGONIS : Saladin DAN ANTAGONIS : Qois Nur Rohman

MUSIK
Slipknot, Cahaya Hati by Opick, Assalamu’alaikum by Ebiet BA
JENIS FILM
Drama
SINOPSIS FILM
Aktivis dakwah, Qois Nur Rohman, menunjukkan berbagai kegiatan sebagai seorang aktivis dakwah bersama dengan teman-temannya. Berawal dari sebuah organisasi rohis kampus yaitu SKI FSSR ( Syiar Kegiatan Islam Fakultas Sastra dan Seni Rupa ) yang nota bene kebanyakan dari mereka adalah pejuang Islam zaman sakarang, dengan style jilbab besar bagi para akhwat (sebutan untuk Sodara Perempuan) dan celana konclang bagi para ikhwan (sebutan untuk Sodara Laki-laki). Kegiatan sehari-hari adalah mengaji, sholat berjamaah, belajar agama bersama, tausiyah, kegiatan sosial, syuro’(rapat),  semuanya itu bagi Qois begitu sempurna.

Tapi, di lain sisi, semuanya terasa berbeda ketika SKI dimasuki oleh seorang mahasiswa anggota baru SKI. Anak ini urakan, berpenampilan slengekan, suka berpakaian metal, celana rombeng, pokoknya sangat kontras sekali dengan budaya SKI. Namanya Saladin,  langsung benak Qois membandingkannya dengan sosok Saladin yang  telah menaklukan Jerussalem. Awalnya Qois sangat benci dengan anak ini, karena kelakuannya yang suka mengganggu mahasiswi bahkan seorang akhwat pun tidak lepas dari gangguannya. Memang sungguh terlalu.

Karena semua perilaku yang tak beradab ini, Qois memutuskan untuk menasihatinya. Ternyata Qois bertemu dengan Saladin di Mushola FSSR ketika akan sholat. Lalu Qois memanggil anak ini, mengajak berkenalan dan langsung menceramahinya. Qois mempermasalahkan tentang Adin yang suka bercanda berlebihan dengan perempuan padahal Adin sudah menjadi seorang ikhwan. Seorang ikhwan diharuskan untuk menjaga pandangan (Gadhul bashar) dengan lawan jenis. Bahkan, Qois memperkarakan tentang cara Adin bercanda dengan seorang akwat, yaitu ukhti Sabila seorang kabid Nisa’ di SKI. Qois menyarankan untuk bisa lebih menjaga sikap di depan ukhti Sabila.

Tapi, Adin menyangkal kalau dia bercanda berlebihan dengan ukhti Sabila, memang Adin anak baru di SKI sehingga masih butuh banyak bimbingan mengenai cara bergaul dalam Ajaran Islam. Dibalik sosok putihnya, Qois adalah seorang mahasiswa yang terlalu frontal dalam berargumen, karena sebuah ucapan “ hah,,, orang sepertimu mendapatkan surga..” Akhirnya terjadilah konflik antara Adin dan Qois.

Memang dilihat dari luar Adin adalah sosok preman kampus yang mungkin bisa dibilang tidak punya masa depan. Tapi, dibalik sosok hitamnya itu ternyata Adin adalah sosok penyayang terhadap anak-anak. Apalagi anak-anak jalanan.

Pada suatu saat, ketika Sabila pulang dari mengajar, dia diganggu oleh beberapa preman.
Lalu, Qois datang menolong Sabila. Ternyata Qois tidak mampu menghadang, akhirnya Sabila lari dan mendapati Adin. Sabila meminta Adin untuk membantu Qois. Akhirnya saling keroyok pun jadi.

Pihak Adin dan Qois babak belur. Para preman setelah puas menghajar langsung pergi meninggalkan mereka. Setelah KO semua, mereka berdua saling tabayyun (saling mengungkapkan maaf). Mulai dari situ keduanya akhirnya bersahabat.

ALUR FILM
Alur film ini standar, diawali dengan sebuah deskripsi, pengenalan: lingkungan ataupun tokoh-tokohnya. Sejak awal, penonton sebisa mungkin dikenalkan dengan siapa (personal), atau siapa-siapa (multikarakter) yang berada dalam film. Pengenalan tokoh dan lingkungan menjadi penting. Sekuens-sekuens ini akan sangat membantu dalam mendeskripsikan persoalan-persoalan selanjutnya.

Ketika penonton sudah mengenal sebuah wilayah geografi ataupun tokoh-tokohnya, kemudian akan dikenalkan dengan persoalan macam apa yang ingin dikupas dalam film. Konflik-konflik situasional, yang pada akhirnya menciptakan perubahan kondisi ataupun perubahan tokoh-tokoh dalam film akan memberikan makna yang penting.

Setelah itu, film akan diakhiri dengan satu tawaran solusi. Untuk ending film, pembuat film menempatkan pernyataan-pernyataan khusus dari subjeknya. Bentuknya, statement keinginan, ajakan.

KELEBIHAN FILM
Tim produksi film ini IPC  Crew (Ikhwan Penuh Canda) adalah anak – anak dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret kebanyakan dari jurusan Sastra Inggris, Komunikasi, dan Desain Komunikasi Visual semester 5. Tim ini terdiri dari anak-anak yang berpengaruh di fakultasnya dalam hal organisasi maupun kuliah.

Lokasi shooting di sekitar area FSSR UNS tepatnya mengambil setting tempat di gedung I, mushola gedung IV (tapi sekarang sudah diubah menjadi kelas), dan sekretariat SKI FSSR (Syiar Kegiatan Islam FSSR).

Untuk masalah kostum sudah tepat untuk tiap peran yang dimunculkan, baik untuk peran utama, figuran, maupun antagonisnya.

 Ini bukanlah sebuah  film komersil, pembuatan film ini bermula dari tuntutan proker SKI dari bidang Humas yaitu MUASKI (Temu alumni SKI). Untuk memanfaatkan momen acara yang notabene akan dihadiri oleh banyak aktivis dakwah, merekapun mencoba untuk berdakwah melalui film. Segala kritikan, sindiran, bahkan pujian pun mereka kemas dengan berbagai lakon yang mendominasi di ranah dakwah khususnya aktivis kampus sehingga film ini mampu memberikan efek spiritual dan emosional yang kuat bagi para penontonnya. Intinya mampu memadukan pertimbangan pasar dan idealisme.

Tembakan-tembakan kata yang dimunculkan dalam skenario (ditulis Adiwena YN sendiri) sangat jelas tepat sasaran dan tidak bertele-tele.  Bentuk-bentuk pengadeganan yang di strukturkan dalam treatment, juga nampak jelas di desain dengan matang. Petuah-petuah yang ada mampu memberikan angin segar pada penikmat sepantarannya.

Film ini sepertinya memang sengaja tidak dibuat rumit oleh Adiwena. Sejumlah tema-tema dialog yang sebenarnya cukup mendalam sengaja dibiarkan menggantung tanpa debat. Adiwena membuat film ini tetap menjadi film Realis, bukan film ceramah, apalagi film filosofi.

KEKURANGAN FILM
Banyak sekali kekurangan dalam film ini. IPC Crew masih amatiran dalam hal memproduksi film. Film ini adalah film perdana IPC Crew, baru pertama kali membuat film. Hanya bermodal satu buah handycam merk Sony. Film ini dikerjakan dalam waktu 2 minggu dengan pengeditan film yang hanya dikerjakan selama 2 hari. Resolusi gambar yang kurang, pemakaian handycam yang kurang maksimal.

Sebenarnya dalam memainkan speed lumayan, sehingga scene by scene tidak membosankan, namun masih agak kaku dalam pemilihan adegan yang harus dimunculkan (misalnya dalam adegan Ukhti Sabila yang dihadang oleh Saladin hanya untk mengembalikan buku, ekspresi kaget ukhti Sabila terjadi dua kali take dan juga dalam adegan ketika Saladin menghampiri anak-anak jalanan Ledoksari  dengan melambaikan tangan).

Tata lighting yang buruk. Terlihat dari beberapa adegan yang terlihat agak gelap karena dilakukan pada malam hari ( misalnya mulai dari adegan Ukhti Sabila pulang dari mengelesi sampai dengan Saladin dan Qois dikeroyok para preman). Untuk editing pergantian scene juga mengalami ketidaksempurnaan (misalnya adegan pada saat Saladin mengajarkan ngaji pada anak-anak jalanan bahkan di akhir film juga seperti itu).

Acting artist yang masih kaku banyak ditemukan di sana sini. Ciri khas pengadeganan masih bersifat stagnan, tapi karakter yang dimunculkan cukup kuat untuk di beberapa peran. Pengambilan angle kamera juga masih banyak yang jauh dari sempurna. Masih banyak take kamera yang asal ambil dan bergetar atau kurang slow dalam menjalankan kamera.

Penggunaan panggilan-panggilan Arab untuk ukhti singkatnya ukh (Panggilan untuk perempuan) sudah ada. Tapi untuk setiap adegan Qois kenapa ketika memanggil Saladin tidak menggunakan kata akhi singkatnya akh (panggilan untuk laki-laki), misalnya akh Adin? Itu merupakan salah satu kejanggalan karena kurang teliti dalam komposisi sebuah skenario.

Dalam hal make up meski tidak sempurna betul dan ada yang janggal bin agak memaksakan  (mungkin terkait dengan rundown shooting  atau crew make up yang terbatas) tapi komandan departemen sudah cukup bisa menghadirkan ciri khas tiap peran.  Tapi ada pertanyaan dalam benak saya : itu Saladin nggak ganti baju ya ?  ya, mungkin masih sulit sekali menemukan dedengkot departemen make up yang brilian dan eksperimentatif. Mungkin banyak yang menganggap departemen ini bukan departemen yang bergengsi untuk ditapaki sebagai karir maupun ruang karya. Bagi saya, jabatan make up film sesungguhnya tidak cocok di berikan pada mereka yang berbasic salon. Saya lebih menghimbau agar kawan-kawan seni rupa mau untuk merebut posisi ini agar make up film Indonesia lebih realis, menjadi tampak pantas dalam frame kamera dan tentu terhindar dari gaya make up panggung teater.

KESIMPULAN
Sebenarnya untuk keseluruhan pembuatan film amatiran ini cukup baik.
Ditilik dari segi esensi isi :
yang disampaikan yaitu tentang Indahnya Islam, betapa Islam itu sangatlah penuh dengan kasih sayang, Dalam Al Qur’an mengajarkan bahwa seluruh muslim itu bersaudara jadi wajib bagi kita semua saling membantu, saling mendoakan kebaikan, dan saling menjaga ukhuwah (tali silaturahim persaudaraan).

Pesan dakwah (menyampaikan kebaikan sesuai dengan aturan Islam) itu memang wajib bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia, tapi cara yang kita ajarkan haruslah yang sesuai dengan perilaku setempat agar mudah diterima oleh lingkungan. Tidak perlu berdakwah dengan memunculkan sebuah arogansi yang sebenarnya bisa membuat saudara kita seolah-olah tertekan oleh aturan-aturan Islam. Padahal Islam mengajarkan kelembutan dan kesesuaian. Pemahaman sebuah agama pun perlu misalnya pemahaman tentang “kita sebenarnya tidak dilarang untuk saling mencintai, yang dilarang itu berzina”, salah sedikit bisa berujung pada pemecahan yang bisa kita lihat dari fenomena sekarang yaitu banyak bermunculan golongan – golongan Islam baru. Sesuai janji Allah, orang-orang yang masuk surga adalah orang-orang yang berpatokan pada Al Qur’an dan Hadist.

Tujuan Produser membuat film ini adalah “ Meningatkan pada yang berilmu agar tidak sombong, mengingatkan pada yang masih belum mengerti untuk memahami”. Hitam dan putih itu lumrah di setiap jiwa seluruh manusia. Dengan memerankan hitam pada tokoh Adin dan putih pada tokoh Qois.

Ditilik dari segi pengadeganan, lumayan untuk enak ditonton sebagai film drama. Isi mampu tersampaikan dengan baik, hanya saja pengeditan yang masih terlihat banyak kekurangan di sana sini. Di awal adegan, saya sudah melihat bentuk klise pengadeganan yang bergaya drama ( misalnya, pada saat Qois mengaji dan sholat ada narator yang mengiringi untuk menceritakan seluruh kegiatan-kegiatan SKI ), tapi itu menjadi lumayan membantu acting, apalagi saat film ini di bombardir dengan komposisi adegan yang sangat kuat disana sini.





Disusun oleh :
DYAH MATA SUCIATI
C0708029
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL 2008

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010/2011


2 komentar:

Hidup Gambrul... Leave comment, here. OK