Selasa, 28 September 2010

Arjuna Sasrabahu



Arjunasasrabahu

PRABU ARJUNASASRA yang waktu mudanya bernama Arjunawijaya, adalah putra Prabu Kartawirya raja negara Maespati dengan permaisuri Dewi Hagnyawati. Prabu Arjunasasra diyakini sebagai raja penjelmaan Bathara Wisnu, bila bertiwikrama dapat beralih rupa menjadi Brahalasewu, raksasa sebesar bukit, berkepala seratus, bertangan seribu yang semuanya memegang berbagai macam senjata. Karenanya ia termashur disebut dengan nama Arjunasasrabahu, artinya, Sang Arjunawijaya yang bertangan seribu.
Sebagai titisan Bathara Wisnu, Prabu Arjunasasra selain sangat sakti dan dapat bertiwikrama, juga memiliki senjata Cakra. Ia merupakan raja satu-satunya yang dapat menaklukan Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Selain ahli dalam tata kenegaraan dan tata pemerintahan, Prabu Arjunasasra juga ahli dalam tata gelar perang, baik tata gelar pasukan maupun perorangan. Dalam masa kekuasaannya, Maespati menjadi sebuah negara besar yang membawahi lebih seratus negara jajahan. Ia mempunyai seorang patih yang sangat terkenal bernama Patih Suwanda/Bambang Sumantri, putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar.
Prabu Arjunasasra menikah dengan Dewi Citrawati, putri Prabu Citradarma dari negara Magada. Dari perkawinan tersbut ia memperoleh seorang putra bernama Ruryana. Akhir riwayatnya diceritakan, setelah kematian Dewi Citrawati dan Patih Suwanda, Prabu Arjunasasra pergi mengembara untuk mencari kematian. Ia kemudian bertemu dengan Ramaparasu yang mempunyai maksud sama. Dalam mengadu kesaktian, Prabu Arjunasasra tewas oleh panah Bargawastra yang dilepas Ramaparasu
Arjuna Sasra Lahir
Prabu Kartawirya alias Partawirya mengundang Bambang Suwandageni, saudara sepupunya, untuk hadir pada upaca siraman, karena permaisurinya, Dewi Danuwati telah mengandung tujuh bulan.

Sesaat setelah upacara itu selesai, datanglah utusan dari Kerajaan Lokapala, bernama Gohmuka, yang menyampaikan pesan agar Dewi Danuwati boleh dibawa ke Lokapala untuk dijadikan permaisuri Prabu Wisrawana alias Danaraja.

Mendengar permintaan itu Suwandageni marah dan menghajar Gohmuka, yang lalu lari pulang ke negaranya. Setelah melaporkan kegagalan tugasnya, Prabu Danaraja lalu menyiapkan bala tentaranya untuk menyerbu Maespati. Ia juga minta bantuan seorang brahmana sakti yang berujud raksasa, bernama Begawan Wisnungkara.

Sementara itu di kahyangan, Batara Wisnu diperintahkan oleh Batara Guru untuk turun ke dunia guna memelihara ketentraman. Batara Wisnu dengan senjata Cakra lalu merasuk ke janin bayi yang dikandung oleh Dewi Danuwati.

Beberapa saat kemudian, Dewi Danuwati melahirkan seorang putra, yang oleh Prabu Kartawirya diberi nama Arjunawijaya, alias Arjuna Sasrabahu. Anehnya, bayi itu lahir dengan menggenggam senjata Cakra.

Sementara itu balatentara Kerajaan Lokapala yang dipimpin oleh Prabu Danaraja telah sampai di tapal batas Maespati. Prabu Kartawirya bersama Suwandageni berangkat untuk menghadang musuh. Senjata Cakra yang digenggam putranya yang baru lahir dibawa ke medan perang.

Dalam perang tanding antara Begawan Wisnungkara dengan Suwandageni berlangsung seru. Prabu Kartawirya lalu meminjamkan senjata Cakra pada Suwandageni. Dengan senjata itu Begawan Wisnungkara tak bisa berbuat apa-apa. Badannya hancur lebur terkena senjata Cakra.

Prabu Danaraja yang berhadapan dengan Prabu Kartawirya yang bersenjatakan Cakra, seketika luluh semangatnya. Prabu Danaraja sadar bahwa ia berhadapan dengan senjata sakti dari kahyangan. Karena itu ia segera lari pulang ke Lokapala.
Sumantri Ngenger
Lakon ini menceritakan tentang berita yang didengar Prabu Arjunasasra bahwa di Kerajaan Magada ada putri cantik yang bernama Dewi Citrawati, putri Prabu Citradarma. Banyak raja yang melamar tetapi putri cantik itu berlum memberikan jawaban.

Prabu Arjunasasra lalu mengutus Bambang Sumantri yang baru mengabdi untuk melamar sang Putri baginya. Untuk tugas itu Bambang Sumantri diberi kedudukan sebagai patih, dengan gelar Patih Suwanda. Dewi Citrawati dapat menerima lamaran itu asal saja Sumantri dapat membunuh Prabu Darmawasesa dan raksasa Jonggirupaksa dari Jonggarba yang juga menjadi pelamar.

Sumantri dapat membunuh kedua raja berkat bantuan Rama Bargawa. Sebelum Dewi Citrawati diserahkan kepada Arjunasasra, Sumantri menantang rajanya, Prabu Arjuna Sasrabahu. Terjadilah perang tanding, Sumantri kalah.

Sebagai hukuman Sumantri dipecat dari kedudukannya sebagai patih, dan baru boleh mengabdi lagi jika dapat memindahkan Taman Sriwedari dari Magada ke Maespati ***). Berkat bantuan Sukasrana, adik Sumantri, Taman Sriwedari dapat dipindahkan ke
Kerajaan Maespati, tetapi Sukasrana tetap tinggal di
taman. Sumantri tidak senang adiknya tinggal di taman akhirnya terbunuh oleh Sumantri dengan tidak sengaja.
CATATAN KAKI = ***) Versi lain menyebutkan, Taman Sriwedari dipindahkan dari Kahyangan Untarasegara ke Maespati, bukan dari Magada.
Arjuna Sasra Rabi
Lakon ini juga disebut Arjunawijaya Tapa Salebeting Guwa Ringin Petak, mengisahkan perkawinan Arjunawijaya, yakni Arjuna Sasrabahu sebelum naik takhta menjadi raja di Maespati. Dalam lakon pakem ini, dikisahkan usaha Prabu Dasamuka untuk membunuh dan memenggal kepala 1000 orang pendeta di dunia. Untuk melaksanakannya, ia menugasi raksasa sakti bernama Yaksamuka.

Waktu hendak membunuh Begawan Jumanten dari Pertapaan Giriretno, usaha Yaksamuka dihalangi oleh Bambang Kertanadi, putra sang Begawan. Yaksamuka kalah dan lari, tetapi dikejar Bambang Kartanadi. Dalam pelariannya raksasa Alengka itu bertemu dengan Arjunawijaya, lalu minta perlindungan.

Setelah Bambang Kartanadi dapat menyusul, Arjunawijaya menghalangi niat Bambang Kartanadi membunuh Yaksamuka. Mereka berperang, sehingga Bambang Kartanadi takluk. Yaksamuka dan Bambang Kartanadi lalu bersama-sama mengabdi pada Arjunasasra.

Keduanya juga mengikuti Arjunawijaya pergi ke Tunjungpura, untuk melamar Dewi Citralangeni. Setelah dapat menenuhi segala persyaratan, Arjunawijaya menikah dengan Dewi Citralangeni, lalu membawanya pulang ke Kerajaan Maespati.

Bambang Kartanadi tetap mengikuti Arjunawijaya, tetapi Yaksamuka pulang kembali ke Alengka karena Bambang Kartanadi masih tetap mengancamnya. Ternyata sesampainya di Alengka, Yaksamuka dibunuh oleh Prabu Dasamuka karena dianggap gagal menunaikan tugas.


Dasamuka Bandan / Sumanti Gugur
Dalam lakon ini diceritakan rencana Prabu Dasamuka dari Alengka menyerbu Kerajaan Maespati dengan tujuan merebut Dewi Citrawati dari tangan Prabu Arjuna Sasrabahu. Dalam perjalanan, di tepi sungai dekat batas kerajaan, Prabu Dasamuka mengistirahatkan dulu pasukan Alengka.
Tiba-tiba air sungai itu meluap sehingga mengenai perkemahan pasukan Alengka. Dasamuka marah dan mencari penyebab banjir mendadak itu. Ternyata penyebab banjir itu adalah tubuh Prabu Arjuna

Sasrabahu, yang melakukan triwikrama melintang sungai sehingga airnya terbendung. Dengan demikian Dewi Citrawati dapat bersenang-senang berenang di sungai itu.

Patih Suwanda mencoba menghalangi niat Dasamuka menyerang Prabu Arjuna Sasrabahu. Sumantri alias Patih Suwanda akhirnya gugur sebab taring Prabu Dasamuka terisi oleh arwah Sukasrana, adiknya yang mati terbunuh karena tidak sengaja.

Kematian Patih Suwanda membuat Arjuna Sasrabahu marah. Dengan panah sakti Kalamanggaseta ia meringkus Dasamuka. Raja Alengka itu dibawa ke Maespati dan dipertontonkan di alun-alun. Karena permohonan Patih Prahasta, akhirnya Prabu Arjuna Sasrabahu membebaskan Dasamuka dengan syarat tidak boleh lagi berlaku sewenang-wenang.

Lakon ini juga disebut Sumantri Gugur, atau Arjunasasara Cangkrama Samoda, cukup sering dipentaskan.

Arjunasasra Gugur
Lakon ini menceritakan Prabu Garbamurti dari Jonggarba akan membalas dendam kepada Arjuna Sasrabahu atas kematian ayahnya. Rama Bargawa bersedia membantunya.

Prabu Garbamurti mendatangi tempat Dewi Citrawati yang sedang berpesta dengan delapan ratus putri raja, dengan cepat Garbamurti menculik salah satu putri raja, tetapi patih Kartanadi dapat menggagalkan dan Garbamurti dibunuh. Sekarang Rama Bargawa datang menantang Arjunasasra untuk merentangkan busur sakti Bargawastra. Arjunasasra dapat merentangkan busur itu tetapi tiba-tiba membalik dan sekaligus membunuh Arjunasasra. Namun terdengar suara bahwa Bargawa akan terbunuh oleh pemuda tampan yang bernama Regawa atau Ramawijaya.

Lakon ini jarang dipentaskan. Sebagian dalang menjebut lakon ini Bedah Maespati.